Selasa, 31 Juli 2012

Kisah Seorang Ibu dan Anak


Kisah Seorang Ibu dan Anak

Ibuku hanya memiliki satu mata. Aku membencinya, ia adalah sebuah hal yang memalukan. Ibuku menjalankan sebuah toko kecil pada sebuah pasar.
Dia mengumpulkan barang-barang bekas dan sejenisnya untuk dijual, apapun untuk mendapatkan uang yang kami butuhkan. Ia adalah sebuah hal yang memalukan.
Pada suatu hari di sekolah. Aku ingat saat itu hari ketika ibuku datang. Aku sangat malu. Mengapa ia melakukan hal ini kepadaku? Aku melemparkan muka dengan rasa benci dan berlari. Keesokan harinya di sekolah.. “Ibumu hanya memiliki satu mata?” dan mereka semua mengejekku.
Aku berharap ibuku hilang dari dunia ini maka aku berkata kepada ibu aku,”Ibu, kenapa kamu tidak memiliki mata lainnya? Ibu hanya akan menjadi bahan tertawaan. Kenapa Ibu tidak mati saja?” Ibu tidak menjawab. Aku merasa sedikit buruk, tetapi pada waktu yang sama, rasanya sangat baik bahwa aku telah mengatakan apa yang telah ingin aku katakan selama ini.
Mungkin itu karena ibu tidak menghukum aku, tetapi aku tidak berpikir bahwa aku telah sangat melukai perasaannya.
Malam itu, Aku terbangun dan pergi ke dapur untuk mengambil segelas air. Ibuku menangis disana, dengan pelan, seakan ia takut bahwa ia akan membangunkanku. Aku melihatnya, dan pergi. Karena perkataanku sebelumnya kepadanya, ada sesuatu yang mencubit hati aku.

Meskipun begitu, Aku membenci ibuku yang menangis dari satu matanya. Jadi, Aku mengatakan diri ku jikalau aku akan tumbuh dewasa dan menjadi sukses, karena aku membenci ibu bermata-satu aku dan kemiskinan kami.
Lalu aku belajar dengan keras. aku meninggalkan ibu dan ke Seoul untuk belajar, dan diterima di Universitas Seoul dengan segala kepercayaan diri. Lalu, aku menikah. aku membeli rumah milikku sendiri. Lalu aku memiliki anak-anak juga. Sekarang, aku hidup bahagia sebagai seorang pria yang sukses. aku menyukainya disini karena ini adalah tempat yang tidak meningatkan aku akan ibu.
Kebahagiaan ini menjadi besar dan semakin besar, ketika seseorang tidak terduga menjumpai aku “Apa?! Siapa ini?”… Ini adalah ibu aku.. tetap dengan satu matanya. Ini rasanya seperti seluruh langit sedang jatuh ke diri aku. Anak perempuan aku lari kabur, takut akan mata ibu aku.
Dan aku bertanya kepadanya, “Siapa Anda? aku tidak mengenalmu!!” sandiwara aku. aku berteriak kepadanya “Mengapa engkau berani datang ke rumah aku dan menakuti anak aku! Pergi dari sini sekarang juga!”
Dan ibu dengan pelan menjawab, “Oh, maafkan aku. aku pasti salah alamat,” dan dia menghilang. Terima kasih Tuhan.. Ia tidak mengenali aku. aku merasa cukup lega. aku mengatakan kepada diri aku bahwa aku tidak akan peduli, atau berpikir tentang ini sepanjang sisa hidup aku.
Lalu ada perasaan lega datang kepada aku.. Suatu hari, sebuah surat mengenai reuni sekolah datang ke rumah aku. aku berbohong kepada istri aku mengatakan bahwa aku akan pergi perjalanan bisnis. Setelah reuni ini, aku pergi ke rumah lama aku.. karena rasa penasaran saja, aku menemukan ibu aku terjatuh di tanah yang dingin. Tetapi aku tidak meneteskan satu air mata sekalipun. Ia memiliki sepotong kertas di tangannya.. dan itu adalah surat untuk diri aku.
=================================================
Anakku,
Aku pikir hidupku sudah cukup lama saat ini. Dan.. aku tidak akan mengunjungi Seoul lagi.. tetapi apakah itu terlau banyak jikalau aku ingin kamu untuk datang menunjungiku sekali-kali nak? aku sangat merindukanmu. Dan aku sangat lega ketika mendengar kamu akan datang dalam reuni ini.
Tetapi aku memutuskan untuk tidak datang ke sekolah.. Untuk Kamu.. aku meminta maaf jikalau aku hanya memiliki satu mata dan aku hanya membawa kemaluan bagi dirimu.
Kamu tahu, ketika kamu masih sangat kecil, kamu terkena sebuah kecelakaan, dan kehilangan satu matamu. Sebagai seorang ibu, aku tidak tahan melihatmu harus tumbuh dengan hanya satu mata.. maka aku memberikanmu mata aku.. aku sangat bangga kepada anak aku yang melihat dunia yang baru untuk aku, menggantikan aku, dengan mata itu.
Aku tidak pernah marah kepadamu atas apapun yang kamu lakukan. Beberapa kali ketika kamu marah kepada aku. aku berpikir sendiri,”Ini karena kamu mencintai aku.” Aku rindu waktu ketika kamu masih sangat kecil dan berada di sekitarku.
Aku sangat merindukanmu. Aku mencintaimu. Kamu adalah duniaku.

Kasih Sayang Seorang Ibu



Kasih Sayang Seorang Ibu

Posted by ADMIN on Friday, 28 August 2009 


Alkisah di sebuah desa, ada seorang ibu yang sudah tua, hidup berdua dengan anak satu-satunya
Suaminya sudah lama meninggal karena sakit
Sang ibu sering kali merasa sedih memikirkan anak satu-satunya.
Anaknya mempunyai tabiat yang sangat buruk yaitu suka mencuri, berjudi, mengadu ayam dan banyak lagi

Ibu itu sering menangis meratapi nasibnya yang malang, Namun ia sering berdoa memohon kepada Tuhan: “Tuhan tolong sadarkan anakku yang kusayangi, supaya tidak berbuat dosa lagi

Aku sudah tua dan ingin menyaksikan dia bertobat sebelum aku mati”

Namun semakin lama si anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya, sudah sangat sering ia keluar masuk penjara karena kejahatan yang dilakukannya

Suatu hari ia kembali mencuri di rumah penduduk desa, namun malang dia tertangkap
Kemudian dia dibawa ke hadapan raja utk diadili dan dijatuhi hukuman pancung
pengumuman itu diumumkan ke seluruh desa, hukuman akan dilakukan keesokan hari
di depan rakyat desa dan tepat pada saat lonceng berdentang menandakan pukul enam pagi

Berita hukuman itu sampai ke telinga si ibu dia menangis meratapi anak yang dikasihinya dan berdoa berlutut kepada Tuhan “Tuhan ampuni anak hamba, biarlah hamba yang sudah tua ini yang menanggung dosa nya”

Dengan tertatih tatih dia mendatangi raja dan memohon supaya anaknya dibebaskan
Tapi keputusan sudah bulat, anakknya harus menjalani hukuman

Dengan hati hancur, ibu kembali ke rumah Tak hentinya dia berdoa supaya anaknya diampuni, dan akhirnya dia tertidur karena kelelahan Dan dalam mimpinya dia bertemu dengan Tuhan

Keesokan harinya, ditempat yang sudah ditentukan, rakyat berbondong2 manyaksikan hukuman tersebut Sang algojo sudah siap dengan pancungnya dan anak sudah pasrah dengan nasibnya

Terbayang di matanya wajah ibunya yang sudah tua, dan tanpa terasa ia menangis menyesali perbuatannya Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba

Sampai waktu yang ditentukan tiba, lonceng belum juga berdentang sudah lewat lima menit dan suasana mulai berisik, akhirnya petugas yang bertugas membunyikan lonceng datang

Ia mengaku heran karena sudah sejak tadi dia menarik tali lonceng tapi suara dentangnya tidak ada
Saat mereka semua sedang bingung, tiba2 dari tali lonceng itu mengalir darah Darah itu berasal dari atas tempat di mana lonceng itu diikat

Dengan jantung berdebar2 seluruh rakyat menantikan saat beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber darah
Tahukah anda apa yang terjadi?
Ternyata di dalam lonceng ditemui tubuh si ibu tua dengan kepala hancur berlumuran darah
dia memeluk bandul di dalam lonceng yang menyebabkan lonceng tidak berbunyi,
dan sebagai gantinya, kepalanya yang terbentur di dinding lonceng

Seluruh orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata
Sementara si anak meraung raung memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan
Menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya Ternyata malam sebelumnya si ibu dengan susah payah memanjat ke atas dan mengikat dirinya di lonceng Memeluk besi dalam lonceng untuk menghindari hukuman pancung anaknya



KUPU KUPU YANG TAK BISA TERBANG


KUPU KUPU YANG TAK BISA TERBANG

Seorang pria sedang memperhatikan kupu-kupu yang berusaha keluar dari kepompongnya melalui sebuah lubang kecil.
Kupu-kupu itu nampak berusaha keras untuk keluar, namun tak berhasil. Kemudian si pria itu berusaha menolong dengan merobek kepompong itu, sehingga si kupu-kupu dapat keluar dengan mudah.
Sayangnya si kupu-kupu memiliki tubuh yang tidak sempurna, tubuhnya kecil lemah, sayapnya juga tidak bisa berkembang sehingga si kupu-kupu tidak pernah bisa terbang hanya berjalan dengan tubuhnya seumur hidup.
Niat baik si pria menolong si kupu-kupu ternyata sudah menghilangkan proses perjuangan si kupu-kupu untuk keluar dari kepompongnya. Padahal proses perjuangan itu yg seharusnya dilewati agar tubuhnya menjadi kuat sayapnya berkembang sempurna.
Manusia pada umumnya selalu berusaha menghindari perjuangan dengan usaha keras untuk mencapai sesuatu. Kebanyakan orang selalu ingin cara-cara mudah instant untuk mencapai sesuatu.
Itu sebabnya banyak org tidak kuat menghadapi kenyataan hidup yang semakin sulit perjuangan berat. Mudah menyerah pasrah… Itulah ciri-ciri betapa lemah rendahnya mentalitas manusia biasa-biasa.
Jadi jika Anda hari ini menghadapi persoalan besar, masalah yang sulit, perjuangan hidup yg berat, tantangan kerja yang berat… Hadapi berusahalah sekuat tenaga untuk mengatasinya, karena semua itu akan membuat kita menjadi semakin kuat.
Roma 5:3-5 ~ Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalamkesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.

MENCINTAI KEHIDUPAN DAN HIDUP


MENCINTAI KEHIDUPAN DAN HIDUP

Saat itu aku anak tunggal yang punya segala sesuatu yang kuinginkan. Tapi bahkan seorang anak kaya yang cantik dan manja pun juga bisa merasa kesepian sekali-kali, jadi ketika ibu memberitahuku bahwa ia hamil, aku benar-benar luar biasa gembiranya, wuihhh... begitu penuh suka cita. Aku mulai membayangkan kau, bakal betapa bagusnya dan bagaimana kita ini akan selalu bersama-sama dan kau akan begitu mirip menyerupai aku.

Jadi, ketika kau lahir, kuamati tangan-tanganmu yang kecil mungil dan dengan bangga kau kutontonkan pada sahabat-sahabatku. Mereka menyentuhmu dan kadang-kadang mencubitmu, tapi kau tak pernah bereaksi. Waktu kau lima bulan, beberapa hal mulai meresahkan ibu. Kau tampaknya begitu diam, hampir-hampir tak pernah bergerak dan seakan mati rasa, dan tangismu itu begitu aneh bunyinya, mirip-mirip seperti anak kucing.

Akhirnya kami membawamu ke dokter. Sampai ke dokter ketigabelas
mengamatimu tanpa suara dan berkata bahwa kau mengidap sindroma "cry du chat" (kri-du-sya) --- (tangisnya kucing dalam Bahasa Perancis).

Saat aku tanya apa artinya itu, ia menatapku, penuh belas kasih dan dengan lembut berkata, "Adikmu tak pernah akan mampu berjalan atau bicara."

Dokter itu bilang, ini suatu kondisi yang menimpa satu dari 50.000
kelahiran, menyebabkan korban jadi terbelakang dan cacat. Ibu jadi kaget sekali dan naik darah, ia marah-marah. Kupikir itu kurang adil.

Waktu kami pulang, ibu menggendongmu dalam tangannya dan mulai
menangis. Aku melihatmu dan menyadari bahwa omongan-omongan akan beredar bahwa kau tak normal. Jadi, untuk mempertahankan popularitasku, aku lakukan apa yang tidak termakan akal sehat, kuanggap kau bukan lagi milikku. Ayah dan ibu tidak tahu soal ini, tapi aku mengeraskan diriku agar tidak mencintaimu selama kau tumbuh.

Ibu dan ayah mengucurimu dengan cinta kasih dan perhatian dan itu
membuatku pahit getir. Dan dengan berlalunya tahun demi tahun, kepahitan itu berubah menjadi kemarahan, dan kemudian menjadi kebencian. Ibu tak pernah melepaskan harapan terhadapmu. Ia tahu ia harus melakukan dan bertahan demi kamu. Setiap kali ia letakkan mainanmu ke bawah, kau akan bergulingan dan bukannya merangkak. Kulihat hati ibu patah hancur setiap kali ia menyimpan mainan mainanmu, dan mengikatkan potongan plastik stirofom di perutmu agar kau tak bisa mengguling. Tapi kau tetap berjuang dan kau menangis begitu menyayat hati dalam nada dan bunyi yang teramat
memilukan hati, bunyi tangis anak kucing.... Tapi meski demikian, ibu tetap bertahan dan pantang menyerah.

Lalu pada suatu hari, kau mengalahkan segala omongan para doktermu soal kau cuma bisa merangkak. Saat ibu melihat hal ini, ia tahu bahwa kau akhirnya pasti akan bisa berjalan. Jadi saat kau masih merangkak ketika usiamu sudah empat tahun, ia menaruhmu di atas rumput cuma dengan memakai popok, tahu bahwa engkau tak senang dan benci tiap kali merasakan tusukan rumput pada kulitmu. Lalu ia akan meninggalkan kau di situ begitu saja.

Aku terkadang mengawasimu dari jendela dan bahkan tersenyum melihat ketidaksenanganmu. Kau akan merangkak ke tepi jalan setapak, dan ibu selalu mengembalikanmu. Lagi dan kembali lagi, ibu mengulangi ini terus menerus di atas rerumputan. Sampai pada suatu hari, ibu melihat kau, Patrick, mengangkat dirimu berdiri dan jalan ter-tatih-tatih keluar dari rumput secepat kaki kecilmu bisa mengangkatmu.

Begitu penuh suka cita, ibu tertawa dan menangis, memanggilku dan ayah agar datang. Ayah memelukmu dan menangis begitu bebasnya. Aku mengawasi dari jendela kamar tidurku peristiwa yang begini menyentuh dan meluluhkan hati ini. Tahun-tahun berikutnya, ibu mengajarimu berbicara, membaca dan menulis. Sejak saat itu, sekali-kali aku lihat kau berjalan di luar, menciumi harumnya bunga-bunga, mengagumi burung-burung , atau cuma bersenyum, tertawa
sendiri.........

Aku mulai melihat keindahan dunia di sekitarku, kesederhanaan dan
kepolosan hidup ini dan segala keajaiban dunia ini lewat matamu. Saat itu barulah aku menyadari bahwa sesungguhnya engkau saudaraku dan tak perduli betapa banyaknya aku berusaha untuk membencimu, aku tidak bisa sebab aku telah tumbuh untuk mencintaimu. Hari-hari berikutnya, kita kembali saling berhubungan. Aku membelikanmu mainan dan memberikan seluruh cinta yang pernah bisa diberikan oleh seorang kakak perempuan pada adik lakinya. Dan kau akan membalas mengimbaliku lewat senyum dan dekapanmu. Tapi aku rasa, kau memang tak ditakdirkan untuk benar-benar menjadi milik kami.

Pada hari ultahmu yang kesepuluh, kau rasakan sakit kepala hebat.
Diagnosa para dokter? Leukemia. Ibu cuma terperangah, napasnya begitu tersendat-sendat dan ayah memeluknya, sementara itu aku bergumul dan berjuang keras sekali untuk menahan keluarnya air mataku. Saat itulah, aku begitu mencintaimu. Dan aku tidak tahan untuk pergi meninggalkanmu.

Lalu para dokter memberitahu kami bahwa satu-satunya harapanmu ialah transplantasi sumsum tulang. Kamu menjadi subjek bagi pencarian donor darah secara nasional. Lalu, saat kami akhirnya menemukan yang cocok, ternyata kau sudah terlanjur demikian parah sakitnya. Dokter-dokter dengan berat hati membatalkan operasi itu.

Sejak saat itu, kau menjalani kemoterapi dan radiasi. Sampai pada
akhirnya, kau masih tetap meneruskan bertahan menguber hidup. Hanya sekitar satu bulan sebelum kau meninggalkan kami, kau minta padaku untuk membuat sebuah daftar segala hal yang kau ingin lakukan apabila kau meninggalkan rumah sakit.

Dua hari setelah daftar itu terselesaikan, kau meminta agar dokter-dokter melepaskan kau pulang. Di situ, kita makan es krim dan kue, berlarian di rumput, menaikkan layangan, pergi memancing, saling bergantian mengambil foto dan membiarkan balon-balon gas lepas membubung pergi. Aku masih ingat pembicaraan terakhir kita kok. Kau malah ngomong, sekiranya kau mati, dan aku ini butuh pertolongan, aku bisa mengirimkan suatu catatan terikat pada
benang ditambatkan di balon gas dan biarkan saja terbang. Saat kau bilang itu, aku mulai menangis. Lalu engkau memelukku. Lalu, sekali lagi, untuk terakhir kalinya, engkau jatuh sakit lagi.

Malam terakhir itu, kau meminta air, kau minta punggungmu digosok, kau jadi manja minta diemong kayak bayi lagi. Akhirnya, kau mengalami kejang-kejang dibarengi air mata yang mengaliri mukamu. Belakangan, di rumah sakit, kau berjuang berusaha berbicara, tapi kata-katamu tak mau keluar. Aku tahu apa yang ingin kau katakan.

"Aku mendengar kok, omonganmu.." aku berbisik. Dan untuk terakhir
kalinya, aku berkata, "Aku akan selalu mencintaimu dan aku tak pernah akan melupakanmu. Janganlah takut ya... Kau sebentar lagi akan bersama Tuhan di surga." Lalu, dengan air mata deras berderai, aku memandangi seorang bocah laki-laki yang paling tabah yang pernah kukenal, akhirnya berhenti bernafas.
Ayah, ibu, dan aku sendiri menangis dan menangis terus sampai se-
akan tak ada lagi air mata tersisa. Patrick akhirnya kau hilang, pergi
meninggalkan kami semua. Mulai saat itu, engkau adalah sumber inspirasi bagiku. Kau menunjukkanku bagaimana mencintai kehidupan dan hidup, dan menghidupinya sepenuhnya.

Dengan kesederhanaan dan kejujuranmu, kau telah menunjukkan aku
sebuah dunia penuh cinta dan kepedulian. Dan kaulah yang membuatku sadar bahwa hal yang terpenting di dalam hidup ini ialah terus mengasihi tanpa bertanya mengapa dan bagaimana dan tanpa menetapkan batas-batas apapun.

Dengan surat dan balon ini, aku terbang dan layangkan cinta kasihku kepadamu. Terima kasih padamu, adik kecilku, untuk segalanya

Menjadi Pemenang dalam Pertarungan


Menjadi Pemenang dalam Pertarungan

Si Anto tak bisa melihat si Budi dengan kasat mata, sedangkan si Budi bisa melihat si Anto dengan jelas. Jika si Anto berperang dengan si Budi, manakah yang menang diantara mereka berdua?
Sederhana mengetahui jawabannya. Tentu si Budi yang menang, sebab si Budi bisa dengan jelas melihat si Aanto. Si Budi bisa dengan mudah dan kapan saja menyerang si Anto tanpa sepengetahuan si Anto.
Hal ini sejalan dengan prinsip energi. Kita ketahui bersama bahwadunia dan isinya adalah hamparan energi. Ada energi yang tak terlihat (invisibel) dan ada energi yang terlihat (visibel). Energi invisibel dipelajari dengan menggunakan Fisika Quantum, sedangkan energi visibel menggunakan Fisika Newton.
Salah satu prinsip energi adalah energi invisibel lebih berkualitas dari energi visibel. Semakin tak terlihat, semakin kuat energi itu. Fisika Quantum menjelaskan bahwa energi visibel berasal dari energi invisibel. Sesuatu yang terlihat itu berasal dari yang tak terlihat. Itulah kenapa dalam Fisika Quantum dikenal hukum LOA (Law of Attraction) yaituHukum Ketertarikan. Sebagaimana yang dijelaskan Rhonda Byine dalam bukunya The Secret: dalam alam pikiran (invisibel) negatif menarik negatif dan positif menarik positif. You are what you think.
Semakin sering kita memikirkan hal-hal negatif maka semakin kuat kita menarik kejadian-kejadian negatif dalam kehidupan kita. Sebaliknya, semakin sering atau fokus kita memikirkan hal-hal positif maka kita akan menarik hal-hal positif dalam hidup kita. Ingat, dijelaskan juga dalam Fisika Quantum bahwa pikiran kita memiliki frekuensi yang menarik keselerasan frekuensi dengan alam semesta (di luar diri kita) dan, energi mengalir ke titik fokus perhatian (sesuatu yang fokus).
Invisibel vs Invisibel
Kita sering membaca atau mendengar ujaran  bahwa amal tergantung niat. Betulah adanya. Karena niat merupakan sesuatu yang tak terlihat, maka punya kekuatan besar, memiliki energi yang besar. Banyak cerita-cerita keagamaan yang memaparkan tentang keajaiban niat dan keyakinan, itu benar adanya. Tak ada yang namanya kebetulan.
Alam ini dirancang oleh Sang Maha Pencipta dengan semua ketetapan hukum causalitas atau sebab-akibat. Jadi tak ada yang namanya kebetulan. Yang ada hanyalah kita tak memahami seperti apa mekanisme proses sebab-akibat itu terjadi. Munculah pernyataan jalan yang tak diduga-duga. Padahal semua itu ada dalam ketetapan Ilahi (sunatullah), sedangkan kita terbatas untuk memahami mekanisme dahsyat tersebut. Niat dan keyakinan itu energi invisibel. Semakin kokoh sebuah bangunan, tergantung kekuatan pondasinya, dan pondasi itu tidak terlihat. Semakin tinggi menjulang sebuah pohon, tergantung kekuatan akarnya, dan akar yang merambat jauh ke dalam tanah tidak terlihat.
Lebih dalam lagi, bahwa dzat Tuhan invisibel. Karena itu, Tuhan lebih kuat, bahkan Maha Kuat, karena Dialah pembuat energi, atau dalam istilah saya: Maha Energi.
Sahabat resensi, salah satu energi invisibel dan sangat merugikan kita adalah setan. Kembali ke analogi si Anto berperang melawan si Budi. Tentunya, si Budi-lah yang menang, karena si Budi bisa melihat si Aanto dan si Anto tak bisa melihat si Budi. Itulah kenapa kita sering kalah berperang melawan setan, karena setan bisa dengan jelas melihat kita, menyerang kita dari kanan, kiri, depan dan belakang tanpa kita sadari. Kita tak bisa melihat akslerasinya. Kita sering kalah. Ya iyalah, pertarungan menjadi tak seimbang: invisibel vs visibel. Kalah dan KO terus kita sama setan. Biar pertarungan menjadi seimbang, kita harus menggunakan pertarungan invisibel vs invisibel. Jika demikian, kita bisa punya peluang menang.
Gunakanlah kekuatan invisibel kita, karena kita punya energi itu. Apa saja energi invisibel kita itu? buuuaanyak dan kuat-kuat. Energi-energi invisibel kita adalah niat yang tulus lillahita’ala (niat karena hanya Allah saja), doa, syukur, sabar, jujur, hati yang penuh cinta kasih terhadap semua makhluk dan selalu berpikir positif, shalat (bagi umat islam), dzikir, puasa, zakat dan sedekah, senyum, serta ibadah-ibadah lainnya.
Pernahkah dengar nasehat bijak tentang: perang yang terbesar adalah perang melawan hawa nafsu? Hawa nafsu adalah salah satu setan besar. Jika pola peperangan kita dengan hawa nafsu kita ubah dengan pola peperangan invisibel vs invisibel, kita pasti menjadi pemenang. Minimal, pertempuran jadi seimbang. Repot jugakan kalau babak belur melulu? (hehehe).
Selamat memilih pola wahai para pemenang. *AM
Sahabat Ade Mulyana: Terima kasih atas kiriman artikelnya

Pengorbanan ibu


Pengorbanan ibu

Alkisah, ada sepasang kekasih yang saling mencintai. Sang pria 
berasal dari keluarga kaya, dan merupakan orang yang terpandang di kota 
tersebut. Sedangkan sang wanita adalah seorang yatim piatu, hidup serba 
kekurangan, tetapi cantik, lemah lembut, dan baik hati. Kelebihan inilah 
yang membuat sang pria jatuh hati. 

Sang wanita hamil di luar nikah. Sang pria lalu mengajaknya 
menikah, dengan membawa sang wanita ke rumahnya. Seperti yang sudah mereka 
duga, orang tua sang pria tidak menyukai wanita tsb. Sebagai orang yang 
terpandang di kota tsb, latar belakang wanita tsb akan merusak reputasi 
keluarga. Sebaliknya, mereka bahkan telah mencarikan jodoh yang sepadan 
untuk anaknya. Sang pria berusaha menyakinkan orang tuanya, bahwa ia sudah 
menetapkan keputusannya, apapun resikonya bagi dia. 

Sang wanita merasa tak berdaya, tetapi sang pria menyakinkan 
wanita tsb bahwa tidak ada yang bisa memisahkan mereka. Sang pria terus 
berargumen dengan orang tuanya, bahkan membantah perkataan orangtuanya, 
sesuatu yang belum pernah dilakukannya selama hidupnya (di zaman dulu, 
umumnya seorang anak sangat tunduk pada orang tuanya). 

Sebulan telah berlalu, sang pria gagal untuk membujuk orang 
tuanya agar menerima calon istrinya. Sang orang tua juga stress karena gagal 
membujuk anak satu-satunya, agar berpisah dengan wanita tsb, yang menurut 
mereka akan sangat merugikan masa depannya. 

Sang pria akhirnya menetapkan pilihan untuk kawin lari. Ia 
memutuskan untuk meninggalkan semuanya demi sang kekasih. Waktu 
keberangkatan pun ditetapkan, tetapi rupanya rencana ini diketahui oleh 
orang tua sang pria. Maka ketika saatnya tiba, sang ortu mengunci anaknya di 
dalam kamar dan dijaga ketat oleh para bawahan di rumahnya yang besar. 

Sebagai gantinya, kedua orang tua datang ke tempat yang telah 
ditentukan sepasang kekasih tsb untuk melarikan diri. Sang wanita sangat 
terkejut dengan kedatangan ayah dan ibu sang pria. Mereka kemudian memohon 
pengertian dari sang wanita, agar meninggalkan anak mereka satu-satunya. 
Menurut mereka, dengan perbedaan status sosial yang sangat besar, perkawinan 
mereka hanya akan menjadi gunjingan seluruh penduduk kota, reputasi anaknya 
akan tercemar, orang2 tidak akan menghormatinya lagi. Akibatnya, bisnis yang 
akan diwariskan kepada anak mereka akan bangkrut secara perlahan2. 

Mereka bahkan memberikan uang dalam jumlah banyak, dengan 
permohonan agar wanita tsb meninggalkan kota ini, tidak bertemu dengan 
anaknya lagi, dan menggugurkan kandungannya. Uang tsb dapat digunakan untuk 
membiayai hidupnya di tempat lain. 

Sang wanita menangis tersedu-sedu. Dalam hati kecilnya, ia sadar 
bahwa perbedaan status sosial yang sangat jauh, akan menimbulkan banyak 
kesulitan bagi kekasihnya. Akhirnya, ia setuju untuk meninggalkan kota ini, 
tetapi menolak untuk menerima uang tsb. Ia mencintai sang pria, bukan 
uangnya. Walaupun ia sepenuhnya sadar, jalan hidupnya ke depan akan sangat 
sulit. 

Ibu sang pria kembali memohon kepada wanita tsb untuk 
meninggalkan sepucuk surat kepada mereka, yang menyatakan bahwa ia memilih 
berpisah dengan sang pria. Ibu sang pria kuatir anaknya akan terus mencari 
kekasihnya, dan tidak mau meneruskan usaha orang tuanya. "Walaupun ia kelak 
bukan suamimu, bukankah Anda ingin melihatnya sebagai seseorang yang 
berhasil? Ini adalah untuk kebaikan kalian berdua", kata sang ibu. 

Dengan berat hati, sang wanita menulis surat. Ia menjelaskan 
bahwa ia sudah memutuskan untuk pergi meninggalkan sang pria. Ia sadar bahwa 
keberadaannya hanya akan merugikan sang pria. Ia minta maaf karena telah 
melanggar janji setia mereka berdua, bahwa mereka akan selalu bersama dalam 
menghadapi penolakan2 akibat perbedaan status sosial mereka. Ia tidak kuat 
lagi menahan penderitaan ini, dan memutuskan untuk berpisah. Tetesan air 
mata sang wanita tampak membasahi surat tersebut. 

Sang wanita yang malang tsb tampak tidak punya pilihan lain. Ia 
terjebak antara moral dan cintanya. Sang wanita segera meninggalkan kota 
itu, sendirian. Ia menuju sebuah desa yang lebih terpencil. Disana, ia 
bertekad untuk melahirkan dan membesarkan anaknya. 

Tiga tahun telah berlalu. Ternyata wanita tersebut telah menjadi 
seorang ibu. Anaknya seorang laki2. Sang ibu bekerja keras siang dan malam, 
untuk membiayai kehidupan mereka. Di pagi dan siang hari, ia bekerja di 
sebuah industri rumah tangga, malamnya, ia menyuci pakaian2 tetangga dan 
menyulam sesuai dengan pesanan pelanggan. Kebanyakan ia melakukan semua 
pekerjaan ini sambil menggendong anak di punggungnya. Walaupun ia cukup 
berpendidikan, ia menyadari bahwa pekerjaan lain tidak memungkinkan, karena 
ia harus berada di sisi anaknya setiap saat. Tetapi sang ibu tidak pernah 
mengeluh dengan pekerjaannya. 

Di usia tiga tahun, suatu saat, sang anak tiba2 sakit keras. 
Demamnya sangat tinggi. Ia segera dibawa ke rumah sakit setempat. Anak tsb 
harus menginap di rumah sakit selama beberapa hari. Biaya pengobatan telah 
menguras habis seluruh tabungan dari hasil kerja kerasnya selama ini, dan 
itupun belum cukup. Ibu tsb akhirnya juga meminjam ke sana-sini, kepada 
siapapun yang bermurah hati untuk memberikan pinjaman. 

Saat diperbolehkan pulang, sang dokter menyarankan untuk membuat 
sup ramuan, untuk mempercepat kesembuhan putranya. Ramuan tsb terdiri dari 
obat2 herbal dan daging sapi untuk dikukus bersama. Tetapi sang ibu hanya 
mampu membeli obat2 herbal tsb, ia tidak punya uang sepeserpun lagi untuk 
membeli daging. Untuk meminjam lagi, rasanya tak mungkin, karena ia telah 
berutang kepada semua orang yang ia kenal, dan belum terbayar. 

Ketika di rumah, sang ibu menangis. Ia tidak tahu harus berbuat 
apa, untuk mendapatkan daging. Toko daging di desa tsb telah menolak 
permintaannya, untuk bayar di akhir bulan saat gajian. 

Diantara tangisannya, ia tiba2 mendapatkan ide. Ia mencari 
alkohol yang ada di rumahnya, sebilah pisau dapur, dan sepotong kain. 
Setelah pisau dapur dibersihkan dengan alkohol, sang ibu nekad mengambil 
sekerat daging dari pahanya. Agar tidak membangunkan anaknya yang sedang 
tidur, ia mengikat mulutnya dengan sepotong kain. Darah berhamburan. Sang 
ibu tengah berjuang mengambil dagingnya sendiri, sambil berusaha tidak 
mengeluarkan suara kesakitan yang teramat sangat... 

Hujan lebatpun turun. Lebatnya hujan menyebabkan rintihan 
kesakitan sang ibu tidak terdengar oleh para tetangga, terutama oleh anaknya 
sendiri. Tampaknya langit juga tersentuh dengan pengorbanan yang sedang 
dilakukan oleh sang ibu. 
Enam tahun telah berlalu, anaknya tumbuh menjadi seorang anak 
yang tampan, cerdas, dan berbudi pekerti. Ia juga sangat sayang ibunya. Di 
hari minggu, mereka sering pergi ke taman di desa tersebut, bermain bersama, 
dan bersama2 menyanyikan lagu "Shi Shang Zhi You Mama Hao" (terjemahannya,
" Di Dunia ini, Ibulah yang terbaik"). 

Sang anak juga sudah sekolah. Sang ibu sekarang bekerja sebagai 
penjaga toko, karena ia sudah bisa meninggalkan anaknya di siang hari. Hari2 
mereka lewatkan dengan kebersamaan, penuh kebahagiaan. Sang anak terkadang 
memaksa ibunya, agar ia bisa membantu ibunya menyuci di malam hari. Ia tahu 
ibunya masih menyuci di malam hari, karena perlu tambahan biaya untuk 
sekolahnya. Ia memang seorang anak yang cerdas. 

Ia juga tahu, bulan depan adalah hari ulang tahun ibunya. Ia 
berniat membelikan sebuah jam tangan, yang sangat didambakan ibunya selama 
ini. Ibunya pernah mencobanya di sebuah toko, tetapi segera menolak setelah 
pemilik toko menyebutkan harganya. Jam tangan itu sederhana, tidak terlalu 
mewah, tetapi bagi mereka, itu terlalu mahal. Masih banyak keperluan lain 
yang perlu dibiayai. 

Sang anak segera pergi ke toko tsb, yang tidak jauh dari 
rumahnya. Ia meminta kepada kakek pemilik toko agar menyimpan jam tangan 
tsb, karena ia akan membelinya bulan depan. "Apakah kamu punya uang?" tanya 
sang pemilik toko.. "Tidak sekarang, nanti saya akan punya", kata sang anak 
dengan serius. 

Ternyata, bulan depan sang anak benar2 muncul untuk membeli jam 
tangan tsb. Sang kakek juga terkejut, kiranya sang anak hanya main2. Ketika 
menyerahkan uangnya, sang kakek bertanya "Dari mana kamu mendapatkan uang 
itu? Bukan mencuri kan?". "Saya tidak mencuri, kakek. Hari ini adalah hari 
ulang tahun ibuku. Saya biasanya naik becak pulang pergi ke sekolah. Selama 
sebulan ini, saya berjalan kaki saat pulang dari sekolah ke rumah, uang 
jajan dan uang becaknya saya simpan untuk beli jam ini. Kakiku sakit, tapi 
ini semua untuk ibuku. Oh ya, jangan beritahu ibuku tentang hal ini. Ia akan 
marah" kata sang anak. Sang pemilik toko tampak kagum pada anak tsb. 

Seperti biasanya, sang ibu pulang dari kerja di sore hari. Sang 
anak segera memberikan ucapan selamat pada ibu, dan menyerahkan jam tangan 
tsb. Sang ibu terkejut bercampur haru, ia bangga dengan anaknya. Jam tangan 
ini memang adalah impiannya. Tetapi sang ibu tiba2 tersadar, dari mana uang 
untuk membeli jam tsb. Sang anak tutup mulut, tidak mau menjawab. 

"Apakah kamu mencuri, Nak?" Sang anak diam seribu bahasa, ia 
tidak ingin ibu mengetahui bagaimana ia mengumpulkan uang tersebut. Setelah 
ditanya berkali2 tanpa jawaban, sang ibu menyimpulkan bahwa anaknya telah 
mencuri. "Walaupun kita miskin, kita tidak boleh mencuri. Bukankah ibu sudah 
mengajari kamu tentang hal ini?" kata sang ibu. 

Lalu ibu mengambil rotan dan mulai memukul anaknya. Biarpun ibu 
sayang pada anaknya, ia harus mendidik anaknya sejak kecil. Sang anak 
menangis, sedangkan air mata sang ibu mengalir keluar. Hatinya begitu perih, 
karena ia sedang memukul belahan hatinya. Tetapi ia harus melakukannya, demi 
kebaikan anaknya. 

Suara tangisan sang anak terdengar keluar. Para tetangga menuju 
ke rumah tsb heran, dan kemudian prihatin setelah mengetahui kejadiannya. 
"Ia sebenarnya anak yang baik", kata salah satu tetangganya. Kebetulan 
sekali, sang pemilik toko sedang berkunjung ke rumah salah satu tetangganya 
yang merupakan familinya. 

Ketika ia keluar melihat ke rumah itu, ia segera mengenal anak 
itu. Ketika mengetahui persoalannya, ia segera menghampiri ibu itu untuk 
menjelaskan. Tetapi tiba2 sang anak berlari ke arah pemilik toko, memohon 
agar jangan menceritakan yang sebenarnya pada ibunya. 

"Nak, ketahuilah, anak yang baik tidak boleh berbohong, dan 
tidak boleh menyembunyikan sesuatu dari ibunya". Sang anak mengikuti nasehat 
kakek itu. Maka kakek itu mulai menceritakan bagaimana sang anak tiba2 
muncul di tokonya sebulan yang lalu, memintanya untuk menyimpan jam tangan 
tsb, dan sebulan kemudian akan membelinya. Anak itu muncul siang tadi di 
tokonya, katanya hari ini adalah hari ulang tahun ibunya. Ia juga 
menceritakan bagaimana sang anak berjalan kaki dari sekolahnya pulang ke 
rumah dan tidak jajan di sekolah selama sebulan ini, untuk mengumpulkan uang 
membeli jam tangan kesukaan ibunya. 

Tampak sang kakek meneteskan air mata saat selesai menjelaskan 
hal tsb, begitu pula dengan tetangganya. Sang ibu segera memeluk anak 
kesayangannya, keduanya menangis dengan tersedu-sedu?."Maafkan saya, Nak." 
"Tidak Bu, saya yang bersalah"???.. 

Sementara itu, ternyata ayah dari sang anak sudah menikah, 
tetapi istrinya mandul. Mereka tidak punya anak. Sang ortu sangat sedih akan 
hal ini, karena tidak akan ada yang mewarisi usaha mereka kelak. 

Ketika sang ibu dan anaknya berjalan2 ke kota, dalam sebuah 
kesempatan, mereka bertemu dengan sang ayah dan istrinya. Sang ayah baru 
menyadari bahwa sebenarnya ia sudah punya anak dari darah dagingnya sendiri. 
Ia mengajak mereka berkunjung ke rumahnya, bersedia menanggung semua biaya 
hidup mereka, tetapi sang ibu menolak. Kami bisa hidup dengan baik tanpa 
bantuanmu. 

Berita ini segera diketahui oleh orang tua sang pria. Mereka 
begitu ingin melihat cucunya, tetapi sang ibu tidak mau mengizinkan. 

Di pertengahan tahun, penyakit sang anak kembali kambuh. Dokter 
mengatakan bahwa penyakit sang anak butuh operasi dan perawatan yang 
konsisten. Kalau kambuh lagi, akan membahayakan jiwanya. 

Keuangan sang ibu sudah agak membaik, dibandingkan sebelumnya. 
Tetapi biaya medis tidaklah murah, ia tidak sanggup membiayainya. 

Sang ibu kembali berpikir keras. Tetapi ia tidak menemukan 
solusi yang tepat. Satu2nya jalan keluar adalah menyerahkan anaknya kepada 
sang ayah, karena sang ayahlah yang mampu membiayai perawatannya. 

Maka di hari Minggu ini, sang ibu kembali mengajak anaknya 
berkeliling kota, bermain2 di taman kesukaan mereka. Mereka gembira sekali, 
menyanyikan lagu "Shi Shang Zhi You Mama Hao", lagu kesayangan mereka. Untuk 
sejenak, sang ibu melupakan semua penderitaannya, ia hanyut dalam 
kegembiraan bersama sang anak. 

Sepulang ke rumah, ibu menjelaskan keadaannya pada sang anak. 
Sang anak menolak untuk tinggal bersama ayahnya, karena ia hanya ingin 
dengan ibu. "Tetapi ibu tidak mampu membiayai perawatan kamu, Nak" kata ibu. 
"Tidak apa2 Bu, saya tidak perlu dirawat. Saya sudah sehat, bila bisa 
bersama2 dengan ibu. Bila sudah besar nanti, saya akan cari banyak uang 
untuk biaya perawatan saya dan untuk ibu. Nanti, ibu tidak perlu bekerja 
lagi, Bu", kata sang anak. Tetapi ibu memaksa akan berkunjung ke rumah sang 
ayah keesokan harinya. Penyakitnya memang bisa kambuh setiap saat. 

Disana ia diperkenalkan dengan kakek dan neneknya. Keduanya 
sangat senang melihat anak imut tersebut. Ketika ibunya hendak pulang, sang 
anak meronta2 ingin ikut pulang dengan ibunya. Walaupun diberikan mainan 
kesukaan sang anak, yang tidak pernah ia peroleh saat bersama ibunya, sang 
anak menolak. "Saya ingin Ibu, saya tidak mau mainan itu", teriak sang anak 
dengan nada yang polos. Dengan hati sedih dan menangis, sang ibu berkata 
"Nak, kamu harus dengar nasehat ibu. Tinggallah di sini. Ayah, kakek dan 
nenek akan bermain bersamamu." "Tidak, aku tidak mau mereka. Saya hanya mau 
ibu, saya sayang ibu, bukankah ibu juga sayang saya? Ibu sekarang tidak mau 
saya lagi", sang anak mulai menangis. 

Bujukan demi bujukan ibunya untuk tinggal di rumah besar tsb 
tidak didengarkan anak kecil tsb. Sang anak menangis tersedu2 "Kalau ibu 
sayang padaku, bawalah saya pergi, Bu". Sampai pada akhirnya, ibunya memaksa 
dengan mengatakan "Benar, ibu tidak sayang kamu lagi. Tinggallah disini", 
ibunya segera lari keluar meninggalkan rumah tsb. Tampak anaknya meronta2 
dengan ledakan tangis yang memilukan. 

Di rumah, sang ibu kembali meratapi nasibnya. Tangisannya begitu 
menyayat hati, ia telah berpisah dengan anaknya. Ia tidak diperbolehkan 
menjenguk anaknya, tetapi mereka berjanji akan merawat anaknya dengan baik. 
Diantara isak tangisnya, ia tidak menemukan arti hidup ini lagi. Ia telah 
kehilangan satu2nya alasan untuk hidup, anaknya tercinta. 

Kemudian ibu yang malang itu mengambil pisau dapur untuk 
memotong urat nadinya. Tetapi saat akan dilakukan, ia sadar bahwa anaknya 
mungkin tidak akan diperlakukan dengan baik. Tidak, ia harus hidup untuk 
mengetahui bahwa anaknya diperlakukan dengan baik. Segera, niat bunuh diri 
itu dibatalkan, demi anaknya juga. 


Setahun berlalu. Sang ibu telah pindah ke tempat lain, 
mendapatkan kerja yang lebih baik lagi. Sang anak telah sehat, walaupun 
tetap menjalani perawatan medis secara rutin setiap bulan. 

Seperti biasa, sang anak ingat akan hari ulang tahun ibunya. 
Uang pun dapat ia peroleh dengan mudah, tanpa perlu bersusah payah 
mengumpulkannya. Maka, pada hari tsb, sepulang dari sekolah, ia tidak pulang 
ke rumah, ia segera naik bus menuju ke desa tempat tinggal ibunya, yang 
memakan waktu beberapa jam. Sang anak telah mempersiapkan setangkai bunga, 
sepucuk surat yang menyatakan ia setiap hari merindukan ibu, sebuah kartu 
ucapan selamat ulang tahun, dan nilai ujian yang sangat bagus. Ia akan 
memberikan semuanya untuk ibu. 

Sang anak berlari riang gembira melewati gang-gang kecil menuju 
rumahnya. Tetapi ketika sampai di rumah, ia mendapati rumah ini telah 
kosong. Tetangga mengatakan ibunya telah pindah, dan tidak ada yang tahu 
kemana ibunya pergi. Sang anak tidak tahu harus berbuat apa, ia duduk di 
depan rumah tsb, menangis "Ibu benar2 tidak menginginkan saya lagi." 

Sementara itu, keluarga sang ayah begitu cemas, ketika sang anak sudah 
terlambat pulang ke rumah selama lebih dari 3 jam. Guru sekolah mengatakan 
semuanya sudah pulang. Semua tempat sudah dicari, tetapi tidak ada kabar. 
Mereka panik. Sang ayah menelpon ibunya, yang juga sangat terkejut. Polisi 
pun dihubungi untuk melaporkan anak hilang. 

Ketika sang ibu sedang berpikir keras, tiba2 ia teringat sesuatu. Hari ini 
adalah hari ulang tahunnya. Ia terlalu sibuk sampai melupakannya. Anaknya 
mungkin pulang ke rumah. Maka sang ayah dan sang ibu segera naik mobil 
menuju rumah tsb. Sayangnya, mereka hanya menemukan kartu ulang tahun, 
setangkai bunga, nilai ujian yang bagus, dan sepucuk surat anaknya. Sang ibu 
tidak mampu menahan tangisannya, saat membaca tulisan2 imut anaknya dalam 
surat itu. 

Hari mulai gelap. Mereka sibuk mencari di sekitar desa tsb, tanpa 
mendapatkan petunjuk apapun. Sang ibu semakin resah. Kemudian sang ibu 
membakar dupa, berlutut di hadapan altar Dewi Kuan Im, sambil menangis ia 
memohon agar bisa menemukan anaknya. 

Seperti mendapat petunjuk, sang ibu tiba2 ingat bahwa ia dan anaknya pernah 
pergi ke sebuah kuil Kuan Im di desa tsb. Ibunya pernah berkata, bahwa bila 
kamu memerlukan pertolongan, mohonlah kepada Dewi Kuan Im yang welas asih. 
Dewi Kuan Im pasti akan menolongmu, jika niat kamu baik. Ibunya 
memprediksikan bahwa anaknya mungkin pergi ke kuil tsb untuk memohon agar 
bisa bertemu dengan dirinya. 

Benar saja, ternyata sang anak berada di sana. Tetapi ia 
pingsan, demamnya tinggi sekali. Sang ayah segera menggendong anaknya untuk 
dilarikan ke rumah sakit. Saat menuruni tangga kuil, sang ibu terjatuh dari 
tangga, dan berguling2 jatuh ke bawah... 

Sepuluh tahun sudah berlalu. Kini sang anak sudah memasuki 
bangku kuliah. Ia sering beradu mulut dengan ayah, mengenai persoalan 
ibunya. Sejak jatuh dari tangga, ibunya tidak pernah ditemukan. Sang anak 
telah banyak menghabiskan uang untuk mencari ibunya kemana2, tetapi hasilnya 
nihil. 

Siang itu, seperti biasa sehabis kuliah, sang anak berjalan bersama dengan 
teman wanitanya. Mereka tampak serasi. Saat melaju dengan mobil, di 
persimpangan sebuah jalan, ia melihat seorang wanita tua yang sedang 
mengemis. Ibu tsb terlihat kumuh, dan tampak memakai tongkat. Ia tidak 
pernah melihat wanita itu sebelumnya. Wajahnya kumal, dan ia tampak 
berkomat-kamit. 

Di dorong rasa ingin tahu, ia menghentikan mobilnya, dan turun bersama pacar 
untuk menghampiri pengemis tua itu. Ternyata sang pengemis tua sambil 
mengacungkan kaleng kosong untuk minta sedekah, ia berucap dengan lemah 
"Dimanakah anakku? Apakah kalian melihat anakku?" 

Sang anak merasa mengenal wanita tua itu. Tanpa disadari, ia segera 
menyanyikan lagu "Shi Shang Zhi You Mama Hao" dengan suara perlahan, tak 
disangka sang pengemis tua ikut menyanyikannya dengan suara lemah. Mereka 
berdua menyanyi bersama. Ia segera mengenal suara ibunya yang selalu 
menyanyikan lagu tsb saat ia kecil, sang anak segera memeluk pengemis tua 
itu dan berteriak dengan haru "Ibu? Ini saya ibu". 

Sang pengemis tua itu terkejut, ia meraba2 muka sang anak, lalu bertanya, 
"Apakah kamu ??..(nama anak itu)?" "Benar bu, saya adalah anak ibu?". 
Keduanya pun berpelukan dengan erat, air mata keduanya berbaur membasahi 
bumi...

Karena jatuh dari tangga, sang ibu yang terbentur kepalanya 
menjadi hilang ingatan, tetapi ia setiap hari selama sepuluh tahun terus 
mencari anaknya, tanpa peduli dengan keadaaan dirinya. Sebagian orang 
menganggapnya sebagai orang gila.